BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

11.20.2009

Kendali Diri

Bagaimana Menguasai Kendali Diri
by: Sydney J. Haris


Aku berjalan dengan seorang temanku, seorang anggota kelompok Quaker, menuju sebuah stand koran, denga sopan ia mengucapkan terimakasih kepada penjualnya. Namun penjual koran itu tidak mempedulikan ucapan tersebut.

"Orang yang tidak sopan, ya?" komentarku.

"Oh, setiap malam ia selalu begitu," sangkal temanku.

"Lalu mengapa Anda terus begitu sopan kepadanya?" tanyaku.

"Kenapa tidak ??" sanggahnya.
"Kenapa aku membiarkannya menentukan bagaimana aku akan bertindak?"

Saat aku memikirkan kejadian itu selanjutnya, muncul dalam benakku bahwa ungkapan yang penting adalah "tindakan".
Temanku bertindak terhadap orang lain; kebanyakan kita 'bereaksi' terhadap mereka.

Ia memiliki suatu indera 'keseimbangan mental' yang tidak ada pada sebagian besar kita; ia tau siapa dirinya, untuk apa ia bersikap, dan bagaimana ia akan berperilaku.
Ia tidak mau membalas ketidak-sopanan dengan ketidak-sopanan, karena dengan itu ia tak lagi mampu mengendalikan perilakunya.

Ketika dalam al-kitab kita diperintahkan untuk membalas kejahatan dengan kebaikan, kita menganggap hal ini sebagai suatu otoritas moral - yang memang begitu. Bahkan hal ini juga merupakan suatu saran psikologis bagi kesehatan mental kita.

Tidak ada yang lebih sengsara daripada orang yang bereaksi terus menerus. Pusat pengendalian emosinya tidak berakar dari dalam dirinya, dimana pusat itu berada, namun dari dunia di luar dirinya. Temperatur jiwanya selalu bertambah atau berkurang karena iklim sosial di sekelilingnya, dan ia hanyalah makhluk yang bearada di bawah kendali elemen-elemen tersebut.

Sanjungan membuatnya merasa sangat bahagia, yang hal ini adalah salah, sebab hal ini tidak berakhir dan berawal dari kepuasan terhadap diri sendiri.
Kritikan membuatnya merasa tertekan lebih dari semestinya, sebab kritikan meyakinkan anggapan lemahnya yang ditutup-tutupi tentang dirinya. Bentakan membuatnya merasa sakit, dan sedikit saja sangkaan tidak disukai dalam hal tertentu membuatnya bertambah pedih.

Ketenangan jiwa tidak akan dapat dicapai sampai kita menguasai tindakan-tindakan dan sikap kita sendiri. Membiarkan orang lain menentukan apakah kita akan bersikap kasar atau bersikap pemaaf, bergairah atau tertekan, adalah menyerahkan kendali atas kepribadian kita sendiri, yang sepenuhnya adalah hak kita.

Satu-satunya pengendalian diri yang sesungguhnya adalah 'pengendalian diri'.

Dikutip dari buku; Judul: Otak Luar Biasa Oleh: Bertrand Rusell, et al.

2 komentar:

vrouz mengatakan...

muahahahaha.
sekedar komentar yg ingin gw jadikan argumen

Anonim mengatakan...

mana argumennya, sampein aje..